Jamu itu suatu obat tradisional. Menurut undang-undang, obat tradisional adalah bahan/ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Undang-Undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan).
Istilah "jamu obat" adalah jamu yang ke dalamnya dicampurkan "senyawa kimia obat". istilah ini muncul setelah ditemukan jamu jenis ini di pasaran, khususnya jamu-jamu produksi Cilacap dan banyumas, seperti yang dituliskan dalam salah satu media cetak nasional. Bahkan, di dalamnya termasuk pula jamu-jamu yang telah terdaftar di Departemen Kesehatan RI (telah memiliki nonor registrasi).
Secara undang-undang, jamu semacam ini tidak dibenarkan, karena jamu/obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat obat dan tidak boleh mengandung bahan yang tergolong obat keras atau narkotik (Permenkes No 246/Menkes/Per/V/1990).
jadi, komposisi obat tradisional adalah bahan alam tanpa campuran bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berfungsi sebagai bahan berkhasiat, atau dengan kata lain berfungsi sebagai obat. Dengan penggunaan bahan alam ini, diharapkan efek samping yang dihasilkan dapat diminimalkan.
Suatu obat, bagaimanapun dinyatakan aman, masih mempunyai potensi efek samping karena merupakan suatu senyawa yang diseintesa (dibuat) oleh manusia. Bila obat ini dicampurkan dalam jamu yang berbenyuk serbuk, sangat sukar mengetahui berapa banyak obat yang terkandung dalam setiap bungkus jamu dan berapa banyak dosis yang kita minum.
Misalnya, kita meminum obat rematik (misalnya fenilbutazon atau prednison), kita harus meminum 1 butir obat agar nyeri akibat rematik kita berkurang. Dengan demikian dalam satu bungkus jamu harus mengandung satu butir obat tersebut.
Tetapi dalam pembuatannya tidaklah mudah menghitung berapa bungkus jamu yang dapat dihasilkan dari satu batch jamu. maka jadilah jamu yang dicampur obat yang tidak tentu jumlahnya.
Bila hanya terdapat setengah butir obat saja dalam satu bungkus jamu, nyeri rematik kita tidak akan hilang karena dosis obatnya tidak mencukupi. Tetapi hal yang lebih parah terjadi bila dalam 1 bungkus jamu terdapat lebih dari satu butir obat, katakanlah dua butir, maka efek samping yang dihasilkan mungkin menjadi dua kali lipat.
Memang nyeri rematik kita hilang, tetapi dalam tubuh kita tersimpan potensi penyakit lain yang diakibatkan efek samping jamu yang dicampur obat tersebut. Tentu saja kita tidak mengharapkan hal ini terjadi pada kita.
Beberapa obat yang dicurigai banyak dicampurkan ke dalam jamu serbuk adalah fenibutazon, prednison, dexametason, antalgin, CTM, theofilin, dan sebagainya. Yang beberapa di anataranya merupakan obat keras yang dalam meminumnya harus melalui petunjuk dokter.
Efek samping yang umum dari obat-obat ini adalah terjadinya iritasi/perdarahan lambung, retensi air (sehingga air yang seharusnya dapat keluar lewat air seni, keringat atau uap air dari mulut tidak dapat keluar dan tertimbun di dalam tubuh), agranulositosis, sakit kepala, vertigo, hingga terjadinya gagal jantung bagi yang peka serta efek-efek samping lain yang mungkin lebih berat.
Juga jamu-jamu obat ini hendaknya tidak dikonsumsi oleh ibu hamil, karena beberapa obat yang mencemarinya berpotensi untuk karsinogenik (menimbulkan kanker).
Mengingat adanya efek samping yang merugikan ini tidaklah salah bila kita selalu menyempatkan diri mencermati kemungkinan adanya cemaran obat dalam jamu serbuk sebelum kita meminumnya. Adanya serbuk obat dalam jamu obat biasanya ditandai dengan butiran-butiran halus berwarna putih, kuning, hijau atau merah muda yang dapat dibedakan dari serbuk lainnya yang memang merupakan jamu asli yang berwarna kuning, hijau kecoklatan atau coklat.
Namun harus kita pikirkan juga, bila kita memang dapat sembuh dengan jamu saja, untuk apa kita memasukkan obat yang ada dalam jamu tersebut ke dalam tubuh kita. Apalagi yang kita dapatkan hanya efek sampingnya.
Memang pada kenyataannya sering "jamu obat" ini lebih manjur dibandingkan dengan jamu asli, dalam arti efek yang dicapai lebih cepat. Tetapi kita tidak pernah tahu apakah yang berkhasiat jamunya atau obatnya? Karenanya, kita jangan tertipu dengan "kemanjuran semu" ini, karena apa artinya kesembuhan penyakit kita dalam jangka pendek, jika menghasilkan penyakit lain yang lebih parah pada kemudian hari.
Ingatlah kesehatan terkadang dirasakan berharga setelah kita sakit. jadi, lebih baik mencegah penyakit dengan lebih memperhatikan apa yang kita konsumsi untuk kesehatan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar